Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Presiden Vladimir Putin dilaporkan memberikan dukungan pada kelompok politik pro-Rusia di Moldova. Ini untuk “mengganggu” negara Eropa itu di tengah keinginan Chisinau mengejar keanggotaan Uni Eropa (UE).

Seorang oligarki yang dikenai sanksi Amerika Serikat (AS), Ilan Shor, telah mengumumkan pembentukan blok pemilu pro-Rusia yang dinamai Victory. Ia berencana mencalonkan seorang kandidat dalam pemilihan presiden Moldova pada 20 Oktober.

Manuver politik Shor dianggap sebagai sesuatu yang mendestabilisasi negara itu. Meski sebagian besar partai di blok Shor memiliki pengaruh kecil di Moldova, negara itu masih mendapatkan masalah dengan penguasaan kelompok separatis pro-Moskow di wilayah Transnistria.

“Blok Victory kemungkinan dimaksudkan untuk memberikan kesan bahwa ada dukungan luas di Moldova terhadap kebijakan pro-Rusia, dan untuk Shor, yang terus menjadi saluran utama pengaruh Kremlin dalam politik Moldova, meskipun dia diasingkan,” kata Institut Studi Perang (ISW), dikutip Newsweek, Minggu (21/4/2024).

“Blok Victory kemungkinan berarti Moskow dapat fokus pada satu kesatuan daripada beberapa aktor Moldova yang pro-Rusia. Kremlin kemungkinan terlibat dalam operasi campuran yang bertujuan untuk mengacaukan masyarakat Moldova, menyerang pemerintahan demokratis Moldova, dan mencegah aksesi Moldova ke UE,” jelas lembaga itu.

Meski begitu, lembaga analis risiko Eropa Timur yang berbasis di Lithuania, Cenusa, mengatakan bahwa hal itu merupakan kesalahpahaman. Ia mengatakan Rusia tak mungkin mengalahkan elit penguasa di Moldova melalui pemilu.

Lembaga itu menyebut berita semacam ini justru akan memperkuat presiden saat ini, Maia Sandu, dalam pencalonan berikutnya. Sebaliknya, Cenusa percaya bahwa Rusia kemungkinan besar menggunakan kekuatan radikal pro-Rusia untuk mengalihkan perhatian dari kekuatan moderat lainnya di Moldova, seperti yang terjadi di wilayah otonomi pro-Rusia Gagauzia.

“Niat Rusia adalah untuk meradikalisasi segmen tertentu dari masyarakat dan pemilih Moldova, termasuk menggunakan citra elit penguasa saat ini yang berada dalam otonomi Gagauz, yang juga pro Rusia,” kata Cenusa.

Rusia telah lama mempertahankan ketegangan dengan negara-negara bekas wilayah Uni Soviet. Setelah invasi ke Ukraina pada Februari 2022, kekhawatiran muncul kembali akan potensi invasi ke bekas wilayah lain dengan tujuan untuk merebut kembali wilayah tersebut.

Moldova kemungkinan besar dianggap sebagai target rencana semacam itu. Dalam komentar yang dibuat setelah pertemuan para pejabat di Transnistria- wilayah Moldova yang terletak di antara Sungai Dniester dan perbatasan Ukraina yang mengumumkan memisahkan diri- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, membuat khawatiran Moldova karena berbicara dengan cara yang sama seperti pejabat Rusia sesaat sebelum invasi Ukraina.

Moldova diberikan status kandidat keanggotaan UE pada tahun 2022, dengan rencana untuk menjadi anggota pada tahun 2030. Pemerintah Rusia sangat menentang negara-negara tetangganya untuk bergabung dengan organisasi seperti UE dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), ekspansi yang disebut Putin sebagai alasan tambahan untuk menginvasi Ukraina.

Pada Februari 2023, Presiden Sandu menuduh Putin merencanakan kudeta untuk menggulingkan pemerintahan negaranya. Ini menjadi sebuah skenario yang diperingatkan oleh beberapa analis Barat yang dapat dicapai dengan bantuan sekitar 1.500 tentara yang tetap ditempatkan di Transnistria setelah perang yang menyebabkan itu menjadi negara bagian yang tidak diakui pada 1990-an.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Rusia Beri Ancaman Serius, Negara Ini Target Setelah Ukraina


(sef/sef)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *